Trs: sayang atau egois?

Posted: February 5, 2013 in Tulisan

In relationship. Bukan hanya masalah hati kita sendiri , bukan masalah hidup kita sendiri, tapi juga hati pasangan kita dan hidup pasangan kita. Sering terjadi konflik dalam suatu hubungan, terkadang konflik terbangun dari sebuah perbedaan. Entah itu perbedaan pendapat, ntah itu hati atau mood yang berbeda.

Aku, seorang gadis kecil yang baru masuk SMA. Mengenal dunia dan hidup baru. Menggapai angan , menjadi anak SMA yang sesungguhnya. Mempunyai seorang kekasih yang cuek, yang sibuk, yang nggak perhatian, yang nggak pengertian, dan yang lebih menyakitkan lagi, kita jauh. Jarak. Menjadi orang ketiga. Aku dan dia sama-sama tidak ingin ada jarak. Meskipun tak pernah dia mengungkapkan itu, tapi aku tau dan aku merasakan itu. Apa salah jika aku ingin mendapat pelukan disaat dingin hujan menerpaku seperti sekarang ini? Apa salah kalau aku inginada tangan lembut yang mengelus tangan ku memberi kehangatan? Apa salah jika aku ingin ada segelas teh hangat diantara kita? Apa salah jika aku ingin menatap dalam-dalam mata orang yang ku sayangi dan menikmati hujan bersamanya? Jarak yang membuatku begini, merasa salah jika ingin ungkapkan yang ada dihati. Dikira nggak pengertian, nggak dewasa, childish.

“sayang kamu lagi ngapain?”
“sayang kamu udah makan belom?”
“sayang kamu udah solat belum? Udah mandi juga?”
Semenit, dua menit, bahkan satu jam. Sms itu tak berbalas hingga aku terlelap.

Tiba-tiba aku terjaga. Hapeku berdering. Ada satu sms masuk. Dengan hati berbunga, aku membukanya. “oh, ternyata bukan” batinku. Kekecewaan seketika muncul. Rasa curiga menyergap hatiku. “Apakah dia mengingkari janji kita yang kita ucapkan bersama?” aku merindukannya. Merindukannya yang dulu dekat denganku. Dia yang dulu ada disampingku, menemaniku saat dunia seakan membenciku. Sebelum jarak menjadi orang ketiga, dia menjadi segalanya dihidupku. Menjadi sosok seorang pacar yang membuat hidupku lebih berwarna, menjadi seorang teman yang berbicara tentang hal apapun, menjadi seorang sahabat tempatku mengadu, bahkan menjadi seorang ayah yang melindungiku. Dia yang dulu seakan benar-benar mebuatku merasa sangat nyaman.

Dan satu jam setelah ku terbangun,

“udah semua kok vellin. Mksh ya.”

Singkat. Ya itulah bara sekarang. Sibuk, cuek, nggak perhatian (lagi), berkutat dengan dunia barunya tanpa memikirkan aku disini merindukannya. Ya, aku merindukannya tapi serasa tak ingin aku membalas sms singkat itu. Dan aku pun fix tak membalasnya.

Menengok sejenak ke jendela, ku lihat hujan.

“does he watch your favorite movies? Does he hold you when you cry?”

Ya. Lagu rocket to the moon – like we used to mengingatkanku padanya. Terkadang disaat susah seperti ini, otakku sering berkata “untuk apa semua ini diteruskan bila hanya membuat sakit? Bukankah cinta itu dating untuk membawa bahagia?”. Tapi seakan hatiku menolaknya. Kenangan yang kita lalui sudah terlalu banyak, terlalu indah sebelum jarak memisahkan kita. Hatiku seakan takut kehilangan dia. Sungguh tak logis hatiku ini. Mempertahankan cinta yang makin hari makin membuatku sengsara. Hatiku mati rasa. Bingung mau dikemanakan perasaan kecewa ini. Jika ku ungkapkan, akan berakhir pada pertengkaran lagi dan lagi. Jika ku pendam, menyakitkan. Sebenarnya aku bisa saja mengungkapkannya , tapi aku takut. Aku tak siap menerima kenyataan jika hubungan ini harus berakhir karna ketidakdewasaanku.

Aku menguatkan tekad untuk meneleponnya.

“hai bara pacarku tersayang, kamu lagi ngapain sayang?”
“nih lagi tiduran vel.”
“kamu capek sayang? Habis ngapain aja tadi? Gimana hari ini? Nice day enggak? Ada cerita apa?”
“kamu cerewet banget sih. Aku capek. Ngantuk. Nite”
“saayy….yaudah deh nice dream. Goodnight”
Tut tut tutt …..

Selesai. Rasa sakit kembali merajaiku. Seakan hatiku ditusuk-tusuk tercabik-cabik seakan aku tak penting lagi. Air mata menetes (lagi) . cukup sekali telfon ini menjadikan malam minggu yang suram. Gloomy Saturday night., thanks dear.

Keesokan harinya..

Aku terbangun sekitar pukul 6 pagi. Aku memutuskan untuk bermalas malasan. Aku meraih hpku. Membuka sebentar akun twitterku. Membuka timeline yang membosankan.

“happy sunmor sayang yang jauh disana @baraputra {}”1 tweet ku pagi ini. Berharap balasan mention ku barusan. Hatiku tersontak kaget. Aku melihat akun itu membalas mention cewek lain. Bahkan mereka tertawa bersama. Mengabaikan hatiku kering. Mati rasa.

Aku mengirimkan 1 pesan di bbm ku padanya. 1 deliv. 2 deliv. Sampe 5 bbm masuk tapi tanpa terbaca olehnya. Aku melihat akun twitterku. Keadaan masih tetap sama. Menyakitkan. Mataku sudah cukup sembab semalaman aku tidur dengan berurai air mata. Apa aku harus terbangun kembali dengan air mata? Kurasa tak adil.

Kuputuskan untuk menelfonnya.

“halo bara”

“iya halo, ada apa velline?”

“masih bisa Tanya kenapa? Kamu pernah nggak sih mikirin perasaanku? Aku daritadi nungguin balesan bbm ku tp kamu malah asik mentionan sama cewek lain. Kamu masih sayang nggak sih sama aku? Kamu ngerti nggak sih perasaanku?”

“oh jadi kamu malah nyalahin aku? Kamu ngerasa kamu itu paling bener? Kamu semalem udah cerewet kenapa sekarang masih cerewet aja sih? Aku itu capek lho!”

“kamu itu egois tau nggak! Ngebales mention dari aku ataupun bm dari aku aja kamu nggak bias atau bahkan nggak mau, aku telfon kamu juga kamu nggak angkat, terus maksud kamu gimana? Mau kamu gimana kok kamu malah mention-mentionan sama cewek lain? Udah puas kamu nyakitin aku? Hatiku mintak aku buat mertahanin semua ini karna aku sayang kamu aku cinta kamu buatku kamu itu udah kayak duniaku. Aku nggak tau apa arti aku tanpa kamu. Tapi otakku bilang, buat apa semua ini harus diterusin kalo Cuma bikin aku sakit, kalo Cuma nyiksa batinku. Kamu sadar nggak sih aku butuh kamu? Aku udah lama banget nahan kangen sedangkan kamu seakan-akan kayak nggak peduli dan terus sibuk dengan dunia barumu tanpa ngelihat seberapa sakitnya aku disini yang terus berharap ada kamu. Bar , plis ngertiin perasaanku. Aku itu sayang banget sama kamu. Kamu itu nggak ngerti apa emang nggak peduli sama perasaanku? Plis bar balik kayak kamu yang dulu lagiiiii.”

“udah selesai ceramahnya? Kita putus aja”

“tapp….”

Tut tut tut

Dan dia mematikan telfonnya. Sakit hati ini bertambah dalam. Mungkin terasa hampa hidupku tanpanya. Seakan aku tak mempunyai kesempatan lagi untuk menyayanginya . cukuplah sudah semua ini. Aku harus menerima daripada hatiku terus terluka. Aku menyayanginya, hari ini. Tetapi besok (harus) tidak. Aku menyerah dengan air mata . selesai.

Elline Constantia (11) (X-IPA 4)

Leave a comment